Click & Check it !

Senin, 09 September 2013

Sekilas Tentang Peer Counseling

Latar belakang dan Pentingnya konselor sebaya ( peer counseling )
Peran keluarga besar yang semakin menurun terhadap kemandirian keluarga menyebabkan disparitas peran orangtua dan mahasiswa. Kesenjangan hubungan tersebut menyebabkan mahasiswa yang berada pada tahap perkembangan remaja akhir atau deasa awal lambat dalam menemukan identitas diri akibat tuntutan kedewasaan yang semakin tinggi.
Mahasiswa yang berada dalam masa transisi antara remaja akhir dan dewasa awal membutuhkan bantuan psikologis bagi individu-individu yang berkepribadian normal agar dapat berkembang secara optimal.
Mahasiswa yang kebanyakan sudah menganggap dirinya sebagai pribadi yang dewasa pun, tidak jarang menghadapi permasalahan-permasalahan hidup. Hal ini disebabkan karena pada hakekatnya, manusia hidup selalu dihadapkan pada masalah-masalah tertentu, baik itu termasuk ke dalam kategori ringan, sedang, ataupun berat.
Dalam perkembangannya, tak selamanya masalah-masalah yang datang tersebut selalu bisa diselesaikan sendirian oleh mahasiswa yang bersangkutan. Adakalanya terdapat masalah-masalah tertentu yang tidak bisa dipecahkan sendirian, melainkan membutuhkan bantuan dari orang lain untuk membantu memecahkannya.
Kelompok sebaya, bagi mahasiswa sebagai individu, penting sekali untuk membantu mahasiswa belajar menemukan identitas diri termasuk di dalamnya pemecahan masalah. Kelompok sebaya, akan membantu mahasiswa sebagai individu untuk menjadi intermediasi agar tujuan mahasiswa yang bersangkutan dapat tercapai, sehingga terjadilah suatu alur kehidupan yang positif.
Merujuk pada hal tersebut di atas, maka kedudukan konselor sebaya diharapkan mampu mengurangi tingkat stress mahasiswa baik karena tuntutan akademik maupun non akademik, sehingga mahasiswa dapat menyesuaikan diri dan memecahkan permasalahan hidupnya secara mandiri pada akhirnya.
Konselor sebaya merupakan model konseling yang mengadaptasi model pembelajaran “Tutor Sebaya”. Konselor sebaya adalah model konseling melalui optimalisasi potensi mahasiswa yang memiliki kemampuan konseling. Dalam model ini, mahasiswa yang memiliki kemampuan konseling dijadikan sumber belajar (konselor) bagi mahasiswa lain yang memiliki permasalahan-permasalahan tertentu.
Model konselor sebaya memanfaatkan peran mahasiswa untuk menjadi mitra belajar menyelesaikan masalah bagi rekan-rekan sesama mahasiswa, atau pihak lain yang hampir sama secara psikologis (sebaya).
Model ini diilhami oleh model pembelajaran co-operative learning dan collaborative learning. Melalui model konselor sebaya jarak antara mahasiswa yang memiliki kemampuan untuk melaksanakan konseling (konselor), dengan masiswa yang memiliki masalah dapat didekatkan. Sehingga hambatan psikologis sosiologis yang menyebabkan masiswa tertekan dapat dikurangi atau bahkan dihilangkan.
Mahasiswa yang memiliki masalah akan lebih mudah berdiskusi dan bertanya kepada teman yang berkemampuan lebih (konselor). Model ini juga dapat menghindari kefrustrasian mahasiswa yang menyukai tantangan (bagi mahasiswa yang akan berperan sebagai konselor), karena mahasiswa tersebut mendapat tantangan yang lebih banyak untuk membantu teman lainnya yang kurang mampu memecahkan masalahnya sendirian. Dia merasa mendapatkan kepercayaan dan perhatian sehingga merasa lebih diberdayakan. Perasaan semacam ini diharapkan dapat memacu dan menumbuhkan semangat untuk berprestasi yang lebih baik, sehingga muncul konselor-konselor sebaya yang berkompeten.
Namun demikian, dalam praktiknya tentu saja mahasiswa yang mendapatkan label sebagai konselor sebaya, haruslah mengetahui terlebih dahulu hal-hal pokok yang perlu dilakukan dalam konseling. Mengingat, bahwa apa yang terjadi dalam konseling tidak semuanya sama seperti hal-hal yang dilakukan dalam kegiatan berbagi cerita atau curhat dalam kehidupan sehari-hari.

Lebih jelas dapat di akses pada Sumbernya disini

0 komentar:

Posting Komentar

Share

Twitter Delicious Facebook Digg Stumbleupon Favorites More